Review "Blink : Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir"

 

Selamat datang kembali di edisi review buku di blog ini. Pada artikel ini saya akan membahas sebuah buku yang berjudul "blink". Jadi ini buku pertama yang saya baca di bulan ini. Buku ini juga merupakan buku yang saya pinjam dari perpustakaan daerah Palangka. Saya tertarik dengan buku ini karena buku ini memiliki cover yang simpel serta judulnya yang misterius. Buku ini merupakan buku terjemahan bahasa Indonesia dari buku asli yang berjudul "Blink : The Power of Thinking Without Thinking. Buku ini memiliki tebal 316 halaman dan terbit pertama kali tahun 2005.

Secara umum, buku ini menjelaskan tentang pandangan spontan/sekilas untuk menganalisis suatu kejadian. Buku ini banyak mengangkat contoh dari kisah nyata untuk menyampaikan pemahamannya. Pada bab pendahuluan, kasus yang diambil yaitu mengenai sebuah patung kuno yang akan menjadi calon penghuni museum yang masih muda. Patung ini didapatkan dari seseorang yang bermaksud untuk menjual patung tersebut ke museum. 

Para ahli didatangkan untuk memeriksa keaslian patung tersebut. Semua ahli mulai meriset dan mengambil kesimpulan bahwa patung tersebut merupakan patung asli yang memiliki kualitas tinggi tanpa kecacatan. Lalu didatangkan beberapa seniman berpengalaman untuk memeriksa patung tersebut. Disinilah terjadi "blink". Tanggapan awal seniman ini ketika melihat patung tersebut yaitu "segar". Bagaimana bisa patung yang sudah tertimbun tanah selama ratusan tahun masih terlihat baru? Dari situlah mulai dilakukan penelitian lanjut yang menemukan bahwa patung tersebut ternyata sudah "dituakan" selama beberapa bulan terakhir. Blink adalah buku yang menceritakan detik-detik awal itu.

Bab 1 mengangkat teori cuplikan tipis: bagaimana tahu sedikit bisa berarti banyak. Contoh yang diangkat yaitu sebuah percobaan "laboratorium cinta". Mereka menempatkan sepasang suami istri disebuah ruangan dan menyuruh mereka untuk berbincang biasa tentang keseharian mereka. Para peneliti nantinya akan merekam ekspresi wajah dari kedua orang ini untuk menganalisis bagaimana kehidupan rumah tangga mereka. 

Dan benar saja, peneliti dapat mengetahui kehidupan pasangan itu hanya dengan beberapa ekspresi dari percakapan mereka. Mereka bisa memprediksi lama hubungan suami istri tersebut sebelum mengalami perceraian. Ekspresi wajah ini merupakan reaksi alamiah yang tidak bisa ditutupi oleh manusia. Peneliti membagi-bagikan ekspresi tersebut menjadi beberapa kode yang tentunya tidak saya hapal.  Dan inilah arti bagaimana tahu sedikit bisa berarti banyak.

Di bab 2 mengangkat tema tentang rahasia pengambilan keputusan dalam sekejap. Contoh yang diangkat yaitu dari seorang pelatih tenis andal. Ia dapat mengetahui apakah akan terjadi double-fault beberapa detik sebelum bola itu dipukul. Kemampuan ini ia kembangkan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Selain itu, bawah sadar juga mempengaruhi keputusan-keputusan yang kita buat. 

Dua orang peneliti Belanda melakukan eksperimen kepada 2 kelompok mahasiswa. Nantinya kedua kelompok mahasiswa ini akan diberikan 42 pertanyaan sulit. Sebelum memulai mengerjakan soal, kelompok pertama diminta untuk meluangkan waktunya selama 5 menit untuk berpikir bahwa mereka adalah dosen. Sementara kelompok kedua diminta untuk memikirkan diri mereka sebagai kelompok perusuh sepak bola. Hasil tes menunjukkan bahwa kelompok pertama memiliki rasio benar sebanyak 55,6% berbanding 42,6% kelompok kedua. Dari situ dibuktikan bahwa bawah sadar ikut berperan dalam mengambil sebuah keputusan.

Bab 3 memiliki tema "Warren Harding Error". Warren Harding adalah seorang mantan presiden AS yang masa jabatannya hanya 2 tahun dan meninggal pada masa jabatan tersebut. Ia merupakan sosok yang tampan, memiliki postur tubuh ideal, berwibawa serta proporsional untuk menduduki jabatan seorang presiden. Ia akhirnya menjadi seorang presiden karena tampilannya tersebut. Lalu bagaimana kinerjanya? Ia dianggap sebagai presiden AS terburuk sepanjang masa. Jadi pesannya jangan hanya melihat tampilan luar seseorang yaa!

Bab 4 merupakan bab yang paling menarik bagi saya. Judulnya kemenangan besar untuk Paul Van Riper: Menciptakan struktur untuk spontanitas. Ia merupakan seorang veteran perang AS yang terjun dalam pertempuran di Vietnam. Ia sangat berbakat untuk memutuskan strategi-strategi perang apa yang akan ia gunakan sebagai komandan. Singkat cerita pada tahun 2000an, pemerintah AS menggelar simulasi perang yang menggunakan teknologi-teknologi canggih dalam peperangan tersebut. Mereka membagi kekuatan menjadi 2 kubu, yaitu tim biru sebagai si baik dan tim merah sebagai musuh. Paul Van Riper yang sudah pensiun dipercaya untuk memimpin tim merah dalam simulasi ini.

Perbedaan tim biru dan merah yaitu pada teknologi yang digunakan. Tim biru memiliki satelit-satelit untuk mengetahui posisi-posisi lawan. Jumlah mereka juga jauh lebih banyak ketimbang tim merah. Mereka juga dilengkapi sumberdaya intelektual yang sangat banyak. Tim biru ini menggunakan analisis dari sistem-sistem komputer untuk menentukan strategi yang akan mereka gunakan untuk melawan tim merah. Sedangkan tim merah bagaikan gerakan gerilya yang dilakukan secara mengendap-endap. Van Riper memberi perintah untuk mengurangi komunikasi antara atasan dan prajurit. Prajurit dituntut untuk dapat mengambil keputusan sendiri ketika menghadapi musuh. Komunikasi yang dilakukan kelompok ini melalui "tukang sayur", sehingga aktivitas komunikasi mereka tidak dapt terlacak musuh

Serangan pertama dilakukan secara tiba-tiba oleh tim merah yang menyerang kapal-kapal tim biru di teluk. Tim biru mengalami kerugian besar dalam penyerangan ini. Di peperangan selanjutnya, tim merah dituntut untuk mengikuti sistem sehingga tentu saja mereka kalah. Dari sini kita ketahui bahwa less is more.

Wah ternyata panjang juga. Mari kita lanjutkan.

Bab 5 memiliki topik Dilema Kenna: Riset pasar tidak selalu mencerminkan keinginan pasar. Jadi, Kenna adalah seorang yang sangat menyukai musik. Ia sempat tampil di ajang bergengsi konser rock sebagai performer pembuka. Disitu ia mulai dicintai oleh para pendengar, tetapi ia belum menyebutkan namanya pada saat itu. Para musisi juga memberi kesan pertama yang baik untuk Kenna. Lalu ia membuat sebuah rekaman dan diberikan kepada seorang produser lagu. Produser lagu ini tidak langsung menerbitkan lagu tersebut, tetapi ia melakukan riset pasar terlebih dahulu untuk mengetahui apakah lagu Kenna akan booming atau tidak. Dari hasil riset pasar ternyata lagu Kenna mendapat rating yang rendah dari pendengar.

Karena gagal menggaet produser, ia memutuskan untuk menerbitkan sendiri lagunya di pasaran. Awalnya genre lagunya memang asing di telinga masyarakat, akan tetapi lama-lama masyarakat mulai menyukainya dan menempatkan lagu Kenna dalam Top 40 Song. Ada contoh-contoh lain seperti Pepsi Challenge, margarin, Kursi Maut, Keripik dan sebagainya. Jika mau mengetahui versi lengkapnya, silahkan baca bukunya.

Lanjut, kita menuju bab 6  yang berjudul "Tujuh detik di Bronx: Seni membaca pikiran". Dikisahkan seseorang yang bernama Diallo, seorang imigran Guinea yang tinggal di kawasan kumuh di New York. malam itu ia sedang berdiri-diri di teras rumahnya untuk menikmati udara malam. Lalu datanglah 4 orang polisi yang sedang berpatroli di sekitar situ. Polisi ini mencurigai Diallo. Lalu 2 orang polisi turun dari mobil dan menghampiri Diallo sambil bertindak waspada. Saat didatangi, Diallo merasa tertekan dan ketika ditanya polisi itu, ia gagap. Ini juga disebabkan karena ia belum terlalu lancar untuk berbahasa Inggris dan logatnya juga berbeda. Karena takut, akhirnya Diallo lari sehingga kedua polisi tadi ikut mengejarnya. Ia berlari ke pintu sebelah dalam dan meraih pegangan pintu dengan tangan kirinya, serta tangan kananya merogoh kantongnya.

Dalam kondisi tegang, sekilas polisi melihat bahwa apa yang sedang Diallo keluarkan dari kantongnya yaitu suatu benda berwarna hitam dan mereka percaya bahwa itu pistol. Polisi memperingatkan bahwa ia bersenjata dan malahan Diallo mengeluarkan benda tersebut dan mengarahkannya ke polisi. Sontak salah satu polisi mengeluarkan sebuah tembakan peringatan sambil melompat ke belakang untuk berlindung. Akan tetapi 1 polisi lainnya menganggap bahwa Diallo telah menembak rekannya. 2 polisi yang ada di mobil langsung bergabung dan mereka menembak Diallo secara brutal, 41 peluru ditembakkan ke tubuh Diallo. Saat melihat lebih dekat barang yang dikeluarkan Diallo, ternyata itu hanya sebuah dompet. Suasana langsung hening di malam itu.

Apa yang terjadi di Bronx merupakan kegagalan polisi dalam membaca pikiran Diallo. Polisi hanya melihatnya dari tindakan yang dilakukan oleh Diallo. Polisi tidak sempat melihat wajah Diallo sehingga tidak mampu menganalisis apakah Diallo sedang ketakutan atau mencoba melawan. Disitulah seni membaca pikiran bekerja. Metode ini menggunakan kombinasi ekspresi wajah yang telah ditemukan peneliti selama eksperimennya. Dari sini saya juga mengetahui ternyata seorang autisme merupakan orang yang tidak mampu memahami emosi serta tidak mampu mengungkapkan emosinya.

Akhirnya kita sampai pada bagian akhir yaitu kesimpulan. Mendengarkan dengan mata: Pelajaran dari Blink. Dikisahkan tentang seleksi calon pemain trombon dari sebuah orchestra. Sebagaimana kita ketahui bahwa pemain trombon ini biasanya seorang lelaki yang memiliki badan ideal karena harus mampu memainkan trombon dengan napas panjang. Audisi ini dilakukan di sebuah theater yang menggunakan tirai sebagai pemisah antara juri dan kontestan sehingga keduanya tidak bisa saling bertatapan.

Singkat cerita, ternyata yang diterima dari audisi itu yaitu seorang perempuan. Akan tetapi, kelompok orkestra ini tidak mau menerima perempuan ini sebagai anggotanya. Mereka mengeluarkan berbagai alasan, tetapi si perempuan selalu melayangkan gugatan dan perempuan itu selalu menang. Akhirnya ia masuk ke kelompok tersebut, tapi hanya menempati sebagai pemain cadangan.

Itulah blink. Kesan yang pertama muncul saat kita baru mengenal sesuatu. Di kasus orkestra mereka mengalaminya ketika "mata mereka ditutup" oleh tirai pembatas. Ketika mereka membuka matanya, terdapat penolakan dalam diri mereka. Ini juga yang mendasari kalau less is more. Jadi, blink yang murni tercipta ketika orang mendapat kesan dari detik-detik pertama ketika ia mengamati sesuatu, ketika ia melihatnya sebagai apa adanya.

Hmm ternyata panjang juga bahan bacaan untuk artikel ini. Saya semakin menyukai artikel ini karena mereka memberikan contoh-contoh nyata yang mudah dimengerti sehingga kita juga bisa masuk kedalam cerita-cerita yang ada. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih untuk anda yang telah membaca artikel ini sampai akhir. Mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penulisan kata. Sampai jumpa di artikel lainnya. Salam hangat -PC

Comments

Popular posts from this blog

Gimana Rasanya Pacaran dengan Memeng?

Review "Kuliah vs Kuli-ah"