Review "Apa Kata Socrates?"

 

Kita tiba ke buku kedua hari ini. Bagi saya buku ini sangat-sangat menarik. Pertanyaan serta jawaban cerdas saling beradu di setiap topiknya. Buku ini merupakan buku terjemahan bahasa Indonesia dari buku yang berjudul What Would Socrates Say? Buku ini terbit pada tahun 2007 dan memiliki tebal 263 halaman.

Sebenarnya buku ini merupakan buku filsafat yang menyangkut kehidupan kita sehari-hari. Di halaman awal buku ini terdapat sebuah quotes, "Jangan biarkan dirimu kewalahan menghadapi pertanyaan, tanggapi dengan santai" -Ludwig Wittgenstein. Walaupun disitu ia menyebutkan kata santai, menurut saya menjawab pertanyaan adalah sesuatu yang "berat" untuk dilakukan. Tentu saja karena jawaban yang kita berikan harus memiliki pondasi yang kuat agar orang-orang bisa menerima jawaban yang kita berikan.

Disini saya hanya akan menuliskan beberapa pertanyaan dan mungkin sedikit jawaban dari pertanyaan tersebut. 

  1. Jika semua hal di dunia ini memiliki kebalikan, misalnya hitam lawan putih, kaya lawan miskin, siang lawan malam, dingin lawan panas. Lalu apa lawan pisang? Jawabannya adalah pisang bukan kata komparatif sehingga tidak ada yang lebih atau kurang dari sebuah pisang. Tidak seperti miskin dan kaya, pisang secara tepat dicirikan sebagai pisang. Sekarang, satu-satunya benda yang berkebalikan dengan "pisang" adalah "bukan pisang". Dari pernyataan tersebut, kita juga merupakan lawan pisang.
  2. Bagaimana kita tahu matematika masa kini benar? Para ahli matematika mencoba memastikan kebenaran dengan tidak pernah menerima pernyataan matematis sebagai kebenaran tanpa membuktikannya terlebih dahulu. Tentu saja, selalu ada kemungkinan (walaupun kecil) seorang ahli matematika membuat kesalahan ketika menulis atau memeriksa proof-nya. Kalau bicara kebenaran absolut, mungkin kita tidak akan bisa menggapainya. Meskipun begitu, matematika masih memiliki derajat kepastian yang tinggi daripada ilmu-ilmu lain.
  3. Apakah ada hal yang benar-benar mustahil?
  4. Saat berlibur, seorang anak bertanya kepada ayahnya mengapa bawaanya banyak sekali, dan ayahnya menjawab, "Buat jaga-jaga kalau terjadi hal-hal yang tak diharapkan". Dari situ timbul pertanyaan, Jika anda mengharapkan yang tak diharapkan, bukankah itu membuat yang tak diharapkan menjadi diharapkan dan yang diharapkan menjadi tak diharapkan?
  5. Apakah frasa 'sebelum Dentuman Besar' tidak bermakna apa-apa, karena Dentuman Besar adalah awal dari segalanya termasuk waktu?
  6. Mungkinkah ada peristiwa yang benar-benar acak? Jika kita melempar sebuah dadu, apakah angka yang ditunjukkan oleh dadu adalah acak? Tentu tidak. Jika anda tahu kecepatan putaran dadu, gelombang udara di ruangan itu, posisi dadu ketika kita melemparnya, hukum fisika dapat memprediksi bagaimana dadu itu akan jatuh. Mungkin untuk menemukan sesuatu yang acak, kita harus pergi ke dunia kuantum, yang menurut saya masih terlalu sulit untuk dipahami.
  7. Mengapa filsuf tidak bisa sepakat? Jika ada filsuf yang bereaksi "Oh, begitu ya. Baklah" Itu akan menjadi akhir dari dunia filsafat. Alasan filsuf untuk tidak pernah sepakat adalah karena 'mereka memang diharapkan untuk tidak sepakat!'
  8. Adakah konstanta moral yang berlaku untuk segala masa?
  9. Apakah seharusnya orang yang toleran menoleransi intoleransi? Inti dari toleransi yang sebenarnya yaitu menjunjung tinggi hak-hak setiap orang untuk membentuk pikirannya dan menyampaikan pendapatnya, dan yang menafikan segala upaya untuk memaksa siapa pununtuk mengubah pikirannya.
  10. Apa bedanya teroris dengan pejuang kebebasan? Dalam wacana politik publik dewasa ini, kedua istilah tersebut tidak menggambarkan realitas, namun untuk menyatakan dukungan atau penolakan pandangan politik seseorang. Menyebut seseorang sebagai pejuang kebebasan berarti memujanya, sementara mencapnya sebagai teroris berarti mengucilkannya.
  11. Mana yang lebih baik, memiliki sistem hukum yang berisiko membebaskan seseorang yang akan terus melanjutkan tindak kriminalnya, atau sistem hukum yang berisiko memvonis seseorang yang tidak bersalah?
  12. Bisakah Tuhan menciptakan batu yang sedemikian berat sehingga ia tidak kuasa mengangkatnya? Jika bisa, ia tidak layak dijuluki Mahakuasa karena tidak bisa mengangkatnya. Namun, jika tidak bisa menciptakan batu semacam itu, ia juga tidak patut disebut Mahakuasa.
  13. Jika kehendak Tuhan pada akhirnya tidak bisa diketahui, bagaimana kita bisa tahu apa yang benar secara moral?
  14. Jika ada teori apa pun, tidakkah itu akan memprediksi semua tindakan dan  perilaku manusia? Dan tidakkah teori itu akan menghancurkan kemungkinan kehendak bebas?
  15. Apakah kita perlu tuturan untuk berpikir?
  16. Bagaimana rasanya menjadi orang lain? Biasa-biasa saja
  17. Dalam menegakkan konsep "ras", apakah kita justru melakukan rasisme?
  18. Mengapa orang yang mengatakan ketika anda meninggal anda pergi ketempat yang lebih baik tidak membunuh dirinya sendiri? Jika kematian merupakan tempat yang lebih baik, mengapa mereka tinggal di dunia yang "buruk" ini?
Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan di artikel kali ini. Sebenarnya saya juga belum terlalu mencerna bahasa-bahasa yang digunakan oleh penulis karena terlalu filosofis buat saya. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih untuk anda yang telah membaca artikel ini sampai akhir. Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan kata maupun kesalahan pemikiran antara saya dengan penulis. Sampai jumpa di artikel-artikel berikutnya. Salam hangat -PC

Comments

Popular posts from this blog

Gimana Rasanya Pacaran dengan Memeng?

Review "Kuliah vs Kuli-ah"